AP Umsida - Islam sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil alamin) meletakkan prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan sebagai nilai inti dalam ajaran spiritual maupun sosialnya. Kesetaraan gender dalam Islam bukan hanya wacana moral, tetapi juga basis dalam pembentukan hukum, kehidupan keluarga, dan tatanan masyarakat yang adil.
Nilai-nilai tersebut tercermin jelas dalam sejumlah ayat Al-Qur’an yang menegaskan kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk setara di hadapan Tuhan. Dalam praktik sejarah Islam Indonesia, perjuangan kesetaraan ini telah dikumandangkan sejak awal abad ke-20, salah satunya melalui organisasi perempuan Muhammadiyah, ‘Aisyiyah.
Tokoh pelopor seperti Siti Walidah, pendiri ‘Aisyiyah pada 1917, serta Siti Munjiyah dan Siti Hayinah dalam Kongres Perempuan Pertama tahun 1928, menunjukkan bahwa gagasan kesetaraan perempuan dalam Islam bukanlah hal baru, melainkan telah menjadi bagian dari diskursus keagamaan dan sosial yang progresif.
Ayat-Ayat Al-Qur’an Penegas Kesetaraan
Berikut tujuh ayat Al-Qur’an yang menjadi fondasi pemikiran tentang kesetaraan gender dalam Islam:
-
Surat An-Nisa (4):124
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia beriman, maka mereka itu akan masuk surga…”
Ayat ini menegaskan bahwa ganjaran spiritual tidak membedakan gender. Laki-laki dan perempuan diberi kesempatan yang sama untuk meraih derajat di sisi Allah.
-
Surat At-Taubah (9):71
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain...”
Dalam konteks sosial, ayat ini menggambarkan relasi kerja sama yang setara antara dua gender dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
-
Surat Al-Baqarah (2):35
Kisah penciptaan Adam dan Hawa digambarkan sebagai narasi yang setara. Keduanya mendapat perintah dan menjalani konsekuensi secara bersama-sama, ditunjukkan dengan penggunaan kata ganti “huma” (keduanya).
-
Surat An-Nahl (16):97
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan... maka Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik.”
Ayat ini menekankan bahwa kualitas hidup yang baik dan keberhasilan spiritual diberikan atas dasar amal, bukan jenis kelamin.
-
Surat An-Nur (24):2
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali...”
Hukum Islam diterapkan setara. Tidak ada perbedaan perlakuan dalam penegakan hukum berdasarkan jenis kelamin.
-
Surat Al-Maidah (5):38
Hukuman atas pencurian berlaku bagi laki-laki maupun perempuan tanpa diskriminasi. Penegakan hukum dalam Islam berlandaskan prinsip keadilan yang universal.
-
Surat An-Nisa (4):124 (pengulangan penting)
Sebagai penegasan kembali bahwa kriteria utama dalam Islam bukan gender, tetapi iman dan amal saleh.
Kemitraan dalam Keluarga dan Masyarakat
Dalam konteks kehidupan keluarga, Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (HPT) menekankan konsep kemitraan setara antara suami dan istri. Relasi dalam rumah tangga bukanlah relasi dominasi, melainkan kerja sama yang adil, saling menghargai, dan proporsional sesuai peran dan kemampuan masing-masing.
Isu kesetaraan gender juga krusial dalam membangun masyarakat yang sehat, toleran, dan inklusif. Ketika perempuan diberi ruang yang adil untuk berperan dalam ranah publik maupun domestik, kontribusi mereka akan memperkuat fondasi sosial dan mempercepat tercapainya keadilan sosial.
Dari Teks ke Konteks: Tantangan dan Harapan
Perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa ajaran Islam membuka ruang luas bagi perempuan untuk berkontribusi dalam pendidikan, ekonomi, dan politik. Tantangannya kini adalah bagaimana menafsirkan dan mengimplementasikan nilai-nilai Al-Qur’an secara kontekstual dan relevan dengan kehidupan modern.
Di tengah era digital dan Revolusi Industri 5.0, penting untuk memastikan bahwa prinsip kesetaraan gender ini tidak sekadar tertulis dalam teks-teks keagamaan, tetapi juga nyata dalam kebijakan, praktik sosial, serta pendidikan keagamaan yang adil dan inklusif.