HIMMAPIK Umsida Soroti Banjir dan Tata Kelola Sungai dalam Hearing Bersama DPRD Sidoarjo
AP Umsida - Himpunan Mahasiswa Administrasi Publik (HIMMAPIK) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo turut ambil bagian dalam forum dengar pendapat (hearing) bersama Komisi C DPRD Kabupaten Sidoarjo. Forum yang digelar pada Kamis siang tersebut membahas isu-isu strategis seputar penanganan banjir, pengelolaan sempadan sungai, serta tata kelola perizinan bangunan di wilayah Sidoarjo.
Keterlibatan HIMMAPIK dalam agenda ini menjadi bentuk partisipasi aktif mahasiswa dalam proses demokrasi dan pengawasan kebijakan publik.
“Keterlibatan mahasiswa seperti HIMMAPIK memberikan semangat baru dalam diskusi publik. Kami berharap mereka menjadi generasi pengawas sekaligus penggerak perubahan,” ujar Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo, Adam Rusydi, S.Pd.
Masalah Sempadan Sungai dan Ketidaksesuaian Perizinan
Salah satu isu yang disorot dalam hearing adalah maraknya bangunan yang berdiri di sempadan sungai tanpa mengindahkan aturan jarak aman yang telah ditetapkan. Menurut Peraturan Menteri PUPR, sempadan sungai tanpa tanggul minimal berjarak 10 meter dari badan sungai, sementara untuk sungai bertanggul di kawasan perkotaan, batas minimal adalah 3 meter.
Meski demikian, fakta di lapangan menunjukkan banyak bangunan, baik rumah maupun fasilitas umum, berdiri di area sempadan dan bahkan telah memiliki sertifikat resmi.
“Di lapangan, masih banyak ketidaksesuaian antara regulasi dan fakta. Sertifikat yang terbit tanpa mempertimbangkan sempadan menyulitkan penertiban,” jelas perwakilan dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (DPUBMSDA) Kabupaten Sidoarjo.
DPUBMSDA menyebut proses Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang semestinya mencakup survei teknis diabaikan dalam banyak kasus, menyebabkan munculnya permasalahan hukum dan lingkungan.
Penanganan Banjir dan Tantangan Kewenangan
Masalah banjir, khususnya di kawasan Kali Buntung dan Desa Banjarpanji, menjadi sorotan utama. Kali Buntung disebut sebagai salah satu titik banjir kronis yang sulit diatasi karena adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah kabupaten dan balai besar di tingkat provinsi maupun pusat.
“Ini bukan semata soal teknis, tetapi juga persoalan administratif. Kewenangan kami terbatas, sedangkan dampaknya langsung dirasakan masyarakat,” ungkap Adam Rusydi.
Untuk mengatasi hal tersebut, DPUBMSDA terus mendorong sinergi lintas sektor dengan kementerian, provinsi, kabupaten, hingga tingkat desa dan RT/RW. Program normalisasi sungai juga terus dijalankan, terutama di wilayah barat Sidoarjo yang kerap tergenang saat musim hujan.
Peran Mahasiswa dalam Pengawasan Tata Ruang
Dalam forum tersebut, HIMMAPIK menyoroti pentingnya transparansi dan keterbukaan informasi dalam pengelolaan tata ruang serta perlunya penegakan hukum yang adil terhadap pelanggaran pembangunan.
“Hearing ini memberi kami gambaran langsung tentang bagaimana kebijakan publik diimplementasikan. Ini menjadi pengalaman lapangan yang sangat berharga,” ujar salah satu anggota HIMMAPIK.
Mahasiswa juga mendorong agar edukasi kepada masyarakat diperkuat, khususnya terkait dampak membuang sampah sembarangan dan membangun tanpa izin di bantaran sungai.
Komisi C DPRD menegaskan bahwa pendekatan penanganan banjir dan tata ruang tidak bisa ditunda. Penegakan regulasi harus disertai edukasi publik dan pemberdayaan masyarakat agar perubahan yang dicapai bersifat berkelanjutan.